SEBUAH PIRING KAYU
Disebuah keluarga,
ada seorang kakek tua yang hidup bersama anak, menantu dan seorang cucu
laki-laki. Penglihatan si kakek sudah kabur. Ia sudah tidak dapat mendengar
dengan baik. Lututnya sudah mulai bergetar.
Jika ia duduk dekat meja makan, ia tidak dapat lagi memegang sendok. Kadang-kadang ia lupa pula sup di atas taplak meja. Dari dalam mulutnya selalu saja sup itu mengalir lagi keluar.
Jika ia duduk dekat meja makan, ia tidak dapat lagi memegang sendok. Kadang-kadang ia lupa pula sup di atas taplak meja. Dari dalam mulutnya selalu saja sup itu mengalir lagi keluar.
Anak laki-laki dan menantu perempuannya merasa
jijik dengan hal itu. Oleh sebab itu kakek tua itu akhirnya duduk sendirian di
sudut, di belakang sebuah tungku api. Mereka memberi makan hanya dengan mangkok
yang kecil. Ia sering tidak mendapat makan dan minum yang cukup dan tentu saja
ia tetap
lapar dan haus. Ia melihat apa saja yang ada di meja makan dengan sedih, selanjutnya keluarlah air matanya.
lapar dan haus. Ia melihat apa saja yang ada di meja makan dengan sedih, selanjutnya keluarlah air matanya.
Suatu ketika jemarinya yang sudah tua tidak dapat
lagi memegang mangkuk. Mangkuk itu jatuh dan pecah. Menantu perempuannya
mengumpat dan mencaci-maki. Tapi, kakek tua itu tidak berkata sedikit pun. Ia
membiarkan
semuanya terjadi. Lalu Menantunnya itu membelikannya sebuah piring yang terbuat dari kayu dengan harga yang tidak terlalu mahal. Kini dengan piring kayu itu kakek tua itu harus makan. Piring kayu ini dapat membuat si kakek tua lebih tenang karena tidak dapat pecah.
semuanya terjadi. Lalu Menantunnya itu membelikannya sebuah piring yang terbuat dari kayu dengan harga yang tidak terlalu mahal. Kini dengan piring kayu itu kakek tua itu harus makan. Piring kayu ini dapat membuat si kakek tua lebih tenang karena tidak dapat pecah.
Suatu hari cucunya yang masih berumur empat tahun
mengumpulkan batang-batang kayu di tanah.
“Apa yang sedang kamu buat, Nak ?” tanya ayahnya.
“Saya sedang membuat sebuah piring kayu ,” jawab
anaknya polos, “dengan piring ini ayah dan ibu akan makan, jika nanti saya
sudah besar.”
Sejurus kemudian ayah dan ibunya saling bertatapan
dan mereka mulai menangis. Sejak kejadian itu mereka selalu memapah sang kakek
tua ke meja makan, untuk makan bersama. Jika ia lapar atau haus, mereka segera
membawakan makanan dan minuman untuknya. Mereka tidak berkata apa-apa, ketika
sedikit saja makanan atau minuman tumpah ke lantai.
Semoga cerita ini bisa menjadi pengingat bagi kita,
bahwa seberapa menjengkelkan, menyebalkan bahkan lebih buruk dari itu perasaan
kita terhadap orang tua kita…..ketahuilah bahwa mereka-lah orang yang telah
melahirkan kita
Karya : .......
0 Response to "PUISI - SEBUAH PIRING KAYU"
Post a Comment